Tidak terasa sudah tepat 1 bulan kami menetap di Filipina. Ada satu hal yang kami tunda-tunda untuk dilakukan, yaitu melaporkan kedatangan kami ke Kedutaan Besar RI di Manila, Filipina. Akhirnya kemarin kami datang juga ke kedutaan untuk melaporkan diri. Bagi kami, melaporkan kedatangan kami ketika sedang berada di negara lain sangatlah penting karena beberapa alasan. Diantaranya adalah jika terjadi hal-hal yang tidak diharapkan, maka kami akan mendapatkan bantuan dari pihak kedutaan serta untuk menjalin silaturahmi terhadap sesama WNI.
Filipina merupakan negara kedua yang akan menjadi rumah kami, selain Indonesia, untuk sementara waktu. Maka mau tidak mau kami pun selalu membanding-bandingkan berbagai hal antara di Filipina dengan di Afrika Selatan (tempat kami tinggal sebelumnya). Begitu pun ketika kami datang ke kedutaan RI di Manila, Filipina. Mau tidak mau, sadar tidak sadar, kami membandingkan dengan kedutaan RI di Afrika Selatan. Dan sejujurnya, pelayanannya agak diluar harapan kami hehe...
Sewaktu kami di Afrika Selatan dulu, ketika kami pertama kali melaporkan diri ke kedutaan RI, maka kami merasa seperti "pulang ke rumah". Tempatnya memang tidak besar, namun "penyambutan" terhadap kami, membuat kami merasa seperti bertemu dengan "keluarga". Para staff disana terlihat excited menyapa kami, berbagi cerita dan pengalaman mereka bahkan berbagi contact number pribadi agar jika suatu saat kami membutuhkan sesuatu bisa menghubungi mereka kapan saja. Singkat kata, kedutaan memang "feels like home" bagi kami yang saat itu jauh dari kampung halaman. Lalu bagaimana dengan kedutaan Indonesia di Filipina?
Ketika kami datang kemarin, kami langsung menuju pintu yang di jaga satpam di bagian depan bangunan kedutaan. Namun ternyata bagian konsuler berada di bagian belakang gedung, sehingga kami harus jalan memutar. Tidak masalah bagi kami, mungkin memang struktur bangunannya seperti itu. Hari ketika kami datang untuk melapor adalah hari jumat. Namun karena suami saya bekerja, dan tidak bisa izin seharian penuh, maka kami memutuskan untuk datang mendekati jam istirahat siang, dengan tujuan agar izin ke kantor tidak terlalu lama. Pukul 11.15 kami sudah sampai di kedutaan bagian belakang. Namun kami sangat terkejut, karena pintunya tertutup, terkunci dan di jendela menempel tulisan "close". Kami tidak mau waktu kami terbuang sia-sia. Maka kami pun memberanikan diri untuk membunyikan bel di dekat pintu. Tidak lama, ternyata seorang satpam keluar dan menanyakan maksud kedatangan kami. Kami pun mengatakan bahwa kami hendak melaporkan kedatangan kami. Dan satpam tersebut pun menyuruh kami untuk masuk, kemudian kembali menutup pintu. Lalu kami diminta untuk mengisi buku tamu dan menukar id card dengan kartu pengunjung. Tidak masalah bagi kami, karena setiap kedutaan pasti akan melakukan hal yang sama. Namun kami cukup terkejut, karena kami pun harus menyerahkan semua hp kami pada satpam tersebut. Kami pun menurut dan diminta untuk langsung ke lantai atas. Maklum, rasanya bagi kami kalau jari tidak dapat memainkan hp rasanya gatal sekali hehehe...
Di lantai atas, ada satu orang Filipina (sepertinya orang Filipina jika di dengar dari logatnya berbicara hehehe...) yang sedang berkonsultasi dengan salah satu staff KBRI. Maka kami pun menunggu. Sambil menunggu, kami membaca selebaran yang disediakan oleh pihak kedutaan yang berisi tentang informasi penting untuk WNI di wilayah akreditasi KBRI di Manila, informasi lapor datang/ pulang melalui e-mail, dan travel advisory. Kami pun baru tahu jika lapor datang bisa dilakukan melaluil e-mail. Jika tahu dari sebelumnya, maka kami tidak perlu bersusah-susah meluangkan waktu untuk datang langsung. Tapi positifnya kami berharap kedatangan kami bisa menjalin silaturahmi dengan sesama WNI yang ada di kedutaan.
Setelah orang tersebut selesai, maka kami pun langsung menuju loket dan menyatakan maksud dan tujuan kedatangan kami. Kami pun di minta untuk mengisi formulir data diri selama di Filipina serta memberikan satu buah pas foto. Saat itu kami tidak mempunyai pas foto. Namun kami berpikir, jika lapor diri saja bisa via e-mail, siapa tahu pas foto bisa kami kirimkan via e-mail pula, karena jika hanya soft copy nya saja kami punya. Namun si bapak yang berada di belakang loket itu tidak menerima jika kami tidak membawa pas foto, dan menyuruh kami untuk membuat pas foto di seberang kedutaan terlebih dahulu. Saat itu jam menunjukkan pukul 11.45. Dia mengatakan bahwa pada pukul 12 tepat, bagian konsuler ini akan di tutup dan dibuka kembali pada pukul 14.00. Saya mengatakan pada bapak itu bahwa kami tidak bisa berlama-lama di kedutaan karena suami saya harus kembali bekerja. Dan bapak itu tetap memaksa kami untuk meyerahkan foto hari itu juga. Namun dia mengatakan jika saya sudah mendapatkan pas foto, saya bisa menyerahkan pada satpam di bagian depan gedung (bukan gedung konsuler) dan kemudian passport kami akan langsung di kembalikan. Karena mendengar penjelasannya, maka kami pun setuju untuk membuat pas foto terlebih dahulu.
Sambil menunggu pas foto jadi, suami saya melaksanakan shalat jumat di mushala kedutaan. Tidak lama, akhirnya pas foto kami jadi juga. Maka sesuai perkataan si bapak staff tadi, saya langsung menuju ke pintu depan gedung kedutaan dan menyerahkan pas foto pada satpam. Namun alangkah kagetnya saya, ketika satpam mengatakan bahwa bagaimanapun saya harus menunggu hingga pukul 14.00. Pada saat itu saya tetap keukeuh agar satpam menyampaikan pas foto kami dan meminta agar pasport kami di kembalikan. Akhirnya si satpam pun bersedia untuk menanyakan dulu ke bagian konsuler.
Disini adalah puncak kekesalan saya. Selama menunggu, saya dan anak saya tidak diperbolehkan untuk masuk sama sekali. Kami hanya menunggu di pinggir jalan saat cuaca panas di siang hari, bahkan berbicara dengan satpam pun dibatasi dengan pintu pagar yang tertutup. Bayangan kami tentang kedutaan yang seperti pulang ke "rumah" langsung hancur seketika. Bahkan saya merasa seperti peminta-minta sumbangan yang disuruh menunggu diluar karena satpam sedang memberi tahu majikannya. Kurang lebih 20 menit saya menunggu. Akhirnya dari bagian konsuler menelepon ke pos satpam yang akhirnya meminta untuk berbicara dengan saya, melalui telepon yang di julurkan lewat pagar yang masih tertutup rapat.
Berharap mendapatkan kabar baik, namun lagi-lagi sangat mengecewakan. Suara diujung telepon sana mengatakan bagaimana pun saya harus menunggu hingga pukul 14.00 karena pejabat yang seharusnya menandatangani sudah keluar kantor. It's fine for us to wait while they're still taking break for lunch or whatever, but at least there's place for us to wait inside a building. But well there's no option, akhirnya saya pun menyetujui untuk menunggu hingga pukul 14.00 dengan meminta kepastian bahwa pukul 14.00 tepat saya harus mendapatkan passport kami kembali. Dan lagi-lagi suara di ujung telelpon sana mengatakan tidak pasti, tergantung dari kedatangan si pejabat yang akan menandatangani surat lapor kami. Sekali lagi saya mengatakan bahwa kami tidak bisa berlama-lama karena suami saya harus kembali bekerja. Namun dengan santainya suara diujung telepon sana mengatakan bahwa saya saja yang tinggal untuk menunggu passport. Lalu saya mengatakan "saya bersama anak saya, di kota yang masih asing sendirian dan menunggu di pinggir jalan tanpa di perbolehkan masuk??". Dan dengan masih santai nya, si staff tersebut mengatakan "yaa...carilah tempat makan untuk duduk". Speechless dah....
Sambil menunggu setelah shalat jumat, kami pun makan siang. Setelah makan siang kami kembali ke gedung konsuler. Namun apa daya, lagi-lagi kami di buat kecewa. Sebenarnya di sana ada dua orang staff, namun karena sebelumnya saya dilayani oleh staff yang lainnya, maka saya disuruh menunggu. Saya gelisah, dan menanyakan passport saya setiap 5 menit. Tapi staff yang lain hanya berkata, bahwa staff yang melayani saya sedang berada di gedung depan. Tidak ada kepastian sama sekali. Saya pun berniat untuk membatalkan proses lapor datang saya, namun tetap harus menunggu staff yang melayani saya tadi.
Akhirnya karena waktu nya terlalu lama, kami memutuskan bahwa suami saya segera kembali ke kantor dan saya akan menunggu hingga passport kami kembali. Saya pikir itu jalan keluar yang paling cepat. Lagi pula kali ini saya sudah mendapat tempat menunggu.
Berkali-kali saya bertanya, tidak ada yang tahu kemana gerangan si bapak tadi. Akhirnya pada pukul 14.45 si bapak tersebut kembali ke pos asalnya. Dan tanpa basa-basi dia langsung menyerahkan passport kami. Dan sudah... tidak ada pembicaraan apapun mengenai bagaimana keadaan di Manila, atau contact number yang bisa kami hubungi jika terjadi sesuatu, tadinya kita berpikir untuk menanyakan tentang kegiatan2 di embassy yang kita bisa ikut atau setidaknya mendapatkan informasi tentang apapun yang belum kita tahu disini. Embeeeeeee....(guyonan saya dan suami jika hal-hal yang kita harapkan tidak terjadi atau kejadiannya malah membuat kami gendok hahaha...)
Kami tidak meminta untuk diperlakukan istimewa!!! Tetapi seharusnya pihak kedutaan bisa mengerti bahwa para WNI yang keluar negeri tidak mempunyai banyak waktu untuk sistem birokrasi yang lambat. Tidak semua WNI yang datang melapor rumahnya berada di dekat kedutaan. Kami harus meluangkan waktu untuk pergi ke kedutaan. Adapun sistem lapor datang bisa dilakukan via e-mail tidak berguna jika kami harus tetap datang untuk menyerahkan pas foto. Para WNI yang bekerja di luar negeri pun tidak hanya membawa nama pribadi. Tetapi juga membawa nama negara asal. Jika kami harus izin satu hari kerja hanya untuk mengurus lapor datang, maka kami lah yang akan di cap tidak profesional.
Kami menyadari bahwa kedatangan kami di hari jumat, akan terpotong waktu istirahat shalat jumat. Tapi setidaknya, tidak usah berjanji jika tidak bisa di tepati. Tidak perlu berkata saya bisa menyerahkan pas foto pada satpam depan jika akhirnya harus menunggu juga. Tidak perlu bilang pukul 14.00 selesai jika akhirnya selesai pukul 14.45. Karena jika dari awal staff tersebut sudah mengatakan bahwa proses ini akan membutuhkan waktu lama, mungkin kami pun akan menunda pelaporan kami agar kami lebih siap untuk mengatur waktu.
Berbeda dengan perlakuan para staff KBRI di Afrika Selatan, membuat kami berfikir bahwa kedutaan seharusnya menjadi "rumah" bagi para perantauan. Namun sepertinya sekarang kami harus mengganti mindset kami. Bahwa kedutaan disini seperti anda pergi ke kelurahan untuk membuat KTP. Mungkin karena di Manila jumlah WNI sangat banyak, sepertinya mereka tidak punya waktu untuk berbincang dengan sesama WNI. Kami jadi bertanya-tanya, apakah kedutaan RI yang berada di negara lain dengan jumlah WNI yang sangat banyak akan memperlakukan WNI seperti ini juga? Atau lebih buruk? Atau lebih baik?
No offence....ini adalah kejadian yang kami alami sendiri. Saya tidak tahu jika sebenarnya pelayanan di KBRI memang seperti ini atau kejadian ini hanya menimpa kami saja. Bagaimanapun juga kami sangat mengharapkan kedutaan bisa menjadi "rumah singgah" bagi kami....
Semoga lain waktu kami bisa mampir ke kedutaan dengan suasana yang lebih menyenangkan :)
Dear Mbak Liza,
ReplyDeleteSaya turut prihatin atas sambutan yang kurang ramah dari staf disana dan itu bukan yg pertama kali sy dengar dari temans wni lainnya di LN mengenai pelayanan staf KBRI. Kembali lagi ke masings orang tsb apakah mereka itu kerja untuk melayani masyarakat? atau merasa sebagai pejabat yg harus dilayani. Terlepas itu Pos besar seperti Manila or negara lain, dan yang mbak lisa rasakan di KBRI Pretoria memang apa adanya seperti dirumah sendiri bukan? karena memang stafnya menanggap setiap wni adalah keluarganya sendiri bukan tamu asing!...kenapa kalau tamu asing semua serba cepat pelayanannya. Jangan hanya sama pejabat bisa nunduk nunduk tapi sama wni lainnya dibedakan pelayanannya. Thanks sharingnya semoga betah disana, kalau tidak betah kembali lagi ke Afrika Selatan (your second home), salam
Saya hanya bisa berdoa semoga kantor2 pemerintahan Indonesia yang di dalam negeri maupun di luar negeri bisa melayani dengan lebih baik lagi.
DeleteSo far tidak ada keluhan berarti dari kami mengenai kehidupan di Manila. Semuanya merupakan pengalaman baru bagi kami sekeluarga. Jika suatu saat nanti kami sudah mulai bosan di sini, semoga kami bisa pindah ke negara lain yang belum pernah kami singgahi sebelumnya. Karena saat ini kami masih mencari pengalaman baru. Thanks for ur comment anyway ;)
Salam kenal mbak Liza, saya Rico mahasiswa dr Jakarta. Saya juga ad rencana mau internship di manila selama tiga bulan lamanya terhitung januari-maret 2015.
ReplyDeleteSungguh miris memang mendengar cerita dari KBRI manila semoga saya tidak mengalami hal serupa dan kedepannya semua KBRI di negara2 sahabat bisa lebih baik karena yang saya lihat dibalik tembok besar luar KBRI dan pada saat kita masuk kadang memang tidak terlihat sibuk, hanya ramai pada saat high season seperti menjelang natal atau tahun baru. Namun terlepas dari itu semua staff disana tetap melakukan yang terbaik untuk menjadikan KBRI sebagai rumah bagi warga negaranya dan tidak bersikap dingin.
Ada beberapa hal yg ingin saya tanyakan kepada mbak LIza:
1. pada saat mengurus visa, kira2 bisa ga kita apply langsung buat 3 bulan? atau harus di extend di manila?
2. apa benar living cost dimanila sama seperti di jakarta?
3. mbak Liza masih punya email KBRI sana ga? lalu requirements ny apa saja jika kita ingin melapor bahwa kita sudah di manila.
maaf saya membanjiri dengan pertanyaan di blog ini, maklum masih awam tentang filipina.
Salam kenal juga mas Rico,
DeleteSaya yakin jika kedepannya pasti akan ada perbaikan lagi dari sisi pelayanan KBRI. Karena bagaimana pun juga KBRI adalah "rumah" bagi semua WNI yang sedang berada di negeri orang :)
1. Setahu saya, anda bisa langsung mengurus visa untuk waktu 3 bulan, tetapi dengan menggunakan visa bisnis. Visa bisnis ini bisa anda apply di kedutaan Filipina di Jakarta. Atau jika anda mau menggunakan visa turis pun bisa diperpanjang setiap 30 hari. Untuk perpanjangannya anda bisa langsung datang ke kantor imigrasi di Manila
2. Sejujurnya saya pun tidak tahu perkembangan harga di Indonesia. Tapi satu hal yang harus di perhatikan adalah, seperti layaknya di Jakarta, di Manila pun ada pasar tradisional dan juga supermarket. Jika anda berniat mencari berbagai kebutuhan dengan harga murah, tentunya anda harus berbelanja ke pasar tradisional. Tetapi saya belum pernah berbelanja di pasar tradisional, karena bisa anda bayangkan jika ada orang bule yang belanja di pasar tradisional indonesia? Jika anda belum menguasai bahasa, gaya menawar dan seluk beluk pasar, bisa jadi anda tetap akan mendapatkan harga yang mahal. Sehingga demi kenyamanan saya lebih memilih berbelanja di supermarket. Dan jika selama di Indonesia kita selalu berbelanja di pasar tradisional sementara di Filipina anda belanja di supermarket, tentu harga-harganya pun akan menjadi dobel hehehe... Untuk tahu mengenai kisaran harga kebutuhan sehari-hari di Manila anda bisa melihat postingan saya http://sambelcoeterasi.blogspot.com/2014/09/living-cost-di-manila-philippines.html.
3. Idealnya menurut surat keterangan yang saya dapatkan dari KBRI, anda hanya harus men-download formulir lapor datang yang berada di situs KBRI Manila. Kemudian anda bisa mengirimkan formulir tersebut via email bersama salinan passport halaman data pemegang dan halaman dengan cap kedatangan dari Biro Imigrasi Filipina), serta salinan visa Filipina. Semua persyaratan bisa dikirim ke email lapor.kbrimanila@gmail.com. Tetapi jika anda datang langsung seperti kami, jangan lupa bawa pass foto juga. Karena pass foto nya tidak bisa dikirim soft copy via email, sehingga mau tak mau anda harus berfoto dulu hehehe...
Kami pun masih awan soal Filipina, kami tinggal disini masih kurang dari 1 tahun. Semoga jawaban saya bisa memberikan sedikit pencerahan buat mas Rico :)
Salam kenal,
ReplyDeleteSaya mau tanya, untuk perusahaan Ole Phillipines Inc. apakah punya reputasi yang bagus di sana? Kemudian, jika ditawarkan salary sebesar SGD 900 (akomodasi, meals disediakan, working visa dibuatkan, holiday leave dibayar setahun 2 trip, tapi working hours 11 jam per day, 6 days per week) apakah worth to try? Thank you.
Halo...sejujurnya saya tidak mengenal perusahaan ini, karena saya tidak banyak tau juga dengan perusahaan2 lokal Philippines hehe...
DeleteMengenai salary, saya tidak bisa menilai apakah itu standar atau tidak. Sebagai bayangan, anda bisa membaca postingan saya mengenai living cost di Manila. Namun perlu di garis bawahi, bahwa estimasi living cost yg saya berikan bisa jauh berbeda dengan kenyatannya. Semuanya lebih bergantung pada gaya hidup masing-masing.